Konsep Hidup Ala Orang Jepang – Orang Jepang memiliki sejumlah konsep dan filosofi yang sangat berarti untuk hidup dengan penuh makna, kesadaran, kehormatan, penghargaan, dan penerimaan yang teruji oleh waktu. Berikut adalah sepuluh konsep hidup ala orang Jepang yang bisa kita ambil sebagai inspirasi.
Konsep Hidup Ala Orang Jepang
meirapenna – Banyak dari kita mungkin tidak menyadari bahwa beberapa pola pikir yang paling membantu dalam menjalani kehidupan saat ini berakar dari budaya Jepang. Dengan umur yang panjang dan pendekatan hidup yang seimbang, filosofi Jepang bisa menjadi contoh teladan.
Berikut ini adalah sepuluh konsep hidup ala orang Jepang yang dapat kita terapkan untuk mencapai kebahagiaan dan kesehatan yang lebih baik, seperti yang dikutip dari Daily Sabah pada Selasa (9/11/2021).
Baca Juga : Perusahaan Terbesar dan Terbaik di Jepang
1. Ikigai: Alasan untuk Hidup
Konsep “ikigai” merujuk pada penentuan dan pengamalan tujuan hidup seseorang. Dengan kata lain, setiap orang pasti memiliki alasan untuk bangun setiap pagi. Ikigai seharusnya muncul dari dalam diri dan berkaitan dengan apa yang kita cintai dan kuasai. Sesuatu ini hendaknya juga memberikan manfaat bagi masyarakat, bahkan bisa mendatangkan imbalan finansial. Orang Jepang meyakini bahwa setiap individu memiliki ikigai sendiri, yang merupakan perjalanan penting untuk menemukan kepuasan dan makna dalam hidup. Cobalah menemukan ketenangan ini dalam diri Anda.
2. Oubaitori: Jangan Membandingkan Diri
Konsep “oubaitori” mengajak kita untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain, melainkan untuk bersyukur atas keunikan kita sendiri. Mengacu pada empat karakter kanji—buah ceri, plum, persik, dan aprikot—yang masing-masing melambangkan cara berkembangnya setiap pohon. Maknanya, setiap individu memiliki keistimewaan yang mungkin tidak dimiliki orang lain.
3. Kaizen: Terus-menerus Berkembang
Kaizen dalam bahasa Jepang berarti perbaikan berkelanjutan. Ini adalah filosofi yang diterapkan dalam kehidupan pribadi maupun bisnis untuk terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Dengan pola pikir Kaizen, kita didorong untuk melakukan perbaikan kecil namun konsisten, menghargai setiap proses yang dilalui. Pertama kali diterapkan oleh perusahaan Jepang setelah Perang Dunia II, prinsip ini dikenal sebagai “The Toyota Way” dan kini menjadi bagian dari cara kita hidup dengan lebih produktif.
4. Wabi-Sabi: Mengagumi Ketidaksempurnaan
Wabi-Sabi adalah filosofi yang mengajarkan kita untuk menemukan keindahan dalam hal-hal yang tidak permanen dan tidak sempurna. Dalam pengertian sederhana, ini berarti menerima kekurangan pada diri sendiri maupun orang lain dengan penuh pengertian dan keleluasaan.
5. Mottainai: Konsep Hidup Tidak Boros
Mottainai menggarisbawahi pentingnya memahami bahwa segala yang kita miliki dan alami tidak boleh disia-siakan. Konsep ini menekankan penghormatan dan apresiasi terhadap nilai-nilai sumber daya yang kita miliki, mendorong kita untuk menghindari sikap boros. Mottainai juga membahas tentang usaha mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang.
Baca Juga : Budaya dan Gaya Hidup di Inggris
6. Kintsugi: Seni Memperbaiki dengan Emas
Kintsugi adalah seni Jepang yang menggambarkan proses memperbaiki barang pecah menggunakan pernis emas atau perak. Prinsip ini berakar pada konsep wabi-sabi, di mana ketidaksempurnaan dipandang sebagai sesuatu yang indah. Istilah ini menggambarkan perjalanan kita masing-masing, mengajak kita untuk melihat kekurangan kita sebagai hiasan yang membuat diri kita lebih cantik dan berarti.
Dengan mengadopsi konsep-konsep ini, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna, bahagia, dan sehat ala orang Jepang.
Banyak seniman terinspirasi oleh konsep-konsep ini dan menuangkan ide-ide tersebut ke dalam karya seni mereka.
7. Gaman: Menjaga Kehormatan di Tengah Tekanan
Istilah “Gaman” dalam bahasa Jepang merujuk pada kesabaran, ketekunan, dan toleransi. Mereka yang mengadopsi pola pikir ini mampu bertahan dalam situasi sulit dengan pengendalian diri dan menjaga martabat. Dalam ajaran Buddhis Zen, Gaman juga menjadi strategi untuk tetap tangguh dan sabar saat menghadapi masa-masa berat, dianggap sebagai tanda kematangan emosi.
8. Shikata ga nai: Menerima dan Merelakan
“Shikata ga nai” atau “Sho ga nai” adalah ungkapan dalam bahasa Jepang yang berarti “tidak ada yang bisa dilakukan” atau “begitu adanya. ” Ungkapan ini menekankan bahwa kita perlu menerima situasi yang sudah terjadi. Konsep ini mengajarkan pentingnya merelakan hal-hal yang tidak bisa diubah dan melanjutkan hidup.
9. Yuugen: Menemukan Keindahan yang Tak Terlihat
“Yuugen” adalah istilah dalam bahasa Jepang yang diterjemahkan sebagai “kedalaman misterius,” merujuk pada kesadaran yang mendalam akan keindahan alam semesta yang melampaui kekuatan kata-kata. Setiap individu dapat merasakan nilai estetika pada suatu objek atau makhluk, dan bahkan menemukan keindahan dalam kompleksitas dan kesulitan yang ada dalam diri mereka sendiri.
10. Mono no aware: Rasa Empati
Secara harfiah, “mono no aware” berarti “keindahan yang melankolis,” dan sering kali diterjemahkan sebagai rasa empati terhadap hal-hal dan peristiwa yang bersifat sementara. Individu yang menganut konsep ini menyadari ketidakkekalan dan memiliki perasaan sentimental, termasuk kesedihan, terhadap apa yang cepat berlalu.